Minggu, 11 Mei 2014

Cinta Dalam Hati


Sore itu langit cerah, cukup cerah sehingga danau yg berada di sisi utara akademi AU memantulkan langit sore dengan indah. Shin termenung, dia duduk sendirian d tepi balkon yang menghadap ke danau. Pikirannya tidak disana. Ia merindukan suasana di klannya pada musim seperti ini. Bunga sakura di depan kamarnya pasti berbunga seperti yang ia lihat saat ini disamping danau. Tanpa sadar ia mendesah. Kenangan itu berubah, saat ini bunga sakura selalu membawa ingatannya ke masa 10 tahun lalu. Dan itu sama sekali bukan kenangan yang menyenangkan. Pada malam itu dia hanya bisa terdiam, shock, menyaksikan seluruh klannya dibantai, termasuk ibunya, pimpinan utama klan N4.

"Um … kenapa kau melamun disini, Shin … sensei?" terdengar suara yang akrab ditelinganya. Shin terkejut, jantung nya serasa berdegup satu kali lebih kencang. Suara itu. Shin berbalik.

Sinar mentari sore menyinari sosok tegap Gamorsa, yang jauh lebih tinggi dari Shin. Rambut yang agak gondrong terlihat acak-acakan, dan menutupi sebagian wajahnya namun Shin tetap dapat melihat sorot tajam mata Gamorsa. Sorot mata yang selalu menusuk bagian terdalam di hati Shin setiap kali dia melihat Gamorsa. Shin segera mengalihkan pandangannya, seolah tampilan danau sore itu jauh lebih menarik daripada sosok Gamorsa yang sering singgah di hatinya itu.

"Tidak apa, hanya saja … aku teringat sesuatu." ucap Shin pelan. Sensei, dia hanya menganggapku guru. Tidak lebih. Shin kembali menghela nafasnya. "Pisauku masih kau pegang kah?"

Sejenak air muka Gamorsa berubah, "Masih Shin-san … Aku menyimpannya dengan baik, itu masih milikmu."

"Kau menyimpannya?" tapi hanya pisauku, kan, pikir Shin tanpa terucap.

Gamorsa diam saja.

"Kau tahu, itu sebenarnya pisau ibuku. Dan diturunkan turun-temurun kepada pemimpin klan. Aku senang kau tetap menyimpannya. Hanya saja, rasanya berat saja. Perasaan bersalah itu. Dan sayangnya aku tidak bisa menggunakannya saat aku benar-benar membutuhkannya." pikiran Shin kembali menerawang pada saat pembantaian klannya. Shin, yang saat itu berusia 10 tahun hanya dapat terdiam di bawah kotatsu, menyaksikan seluruh klannya dibantai. Bukannya Shin tidak ingin melakukan apa-apa. Tetapi pergerakan tubuhkan seolah dikunci oleh tatapan ibunya yang tengah disiksa. Ibunya tidak berteriak, tidak terlihat takut, dia hanya menatap Shin lekat-lekat di tempat persembunyian anaknya itu. Satu kalimat terakhir yang terekam di ingatan Shin, "Live Shin, putriku, Live!"

Tanpa Shin ketahui, lengan kekar Gamorsa memeluk Shin dari belakang. Reflek Shin mencoba melepaskan diri, aku terlalu membuka diri, pikirnya.

"Kumohon Shin! Kumohon, untuk beberapa saat izinkan tetap seperti ini!", ucap Gamorsa di telinga Shin, sambil mengeratkan pelukannya.

Shin berhenti berusaha melepaskan  diri. Namun dadanya semakin sesak. Sesak karena tiba-tiba dia sangat merindukan klannya, merindukan ibu dan ayahnya. Dan sesak karena dipeluk oleh Gamorsa. Karena dia Gamorsa. Shin tidak pernah sedekat ini dengannya.

"Ke-kenapa?"

"Ja-jangan tanya kenapa!" ucap Gamorsa gugup. Shin tidak bisa melihat wajah Gamorsa, tetapi ia yakin wajah Gamorsa saat ini pasti merah. Andai Gamorsa tahu, dan Shin khawatir Gamorsa dapat merasakan degupan jantungnya yang seolah ingin keluar dari tempatnya itu. Kenapa harus Gamorsa, lagi-lagi Shin mendesahkan nafasnya.

Shin tidak dapat lagi menahan rasa di dadanya. Semuanya bercampur aduk. Kenangan orang tuanya, klannya, dan perasaannya pada Gamorsa. Shin akhirnya mengakuinya walau dalam hati. Ia menyukai Gamorsa, namun ia tahu hal itu tidak akan pernah terjadi. Hal itu membuatnya pedih. Shin lebih tua dari Gamorsa, dan Shin adalah seorang pria. Tanpa sadar ia menyandarkan kepalanya di dada bidang Gamorsa.

Shin, semua orang mengetahui kalau dia adalah perempuan dan Shin pun terbiasa dengan semua atribut perempuan yang sudah 20 tahun ini melekat pada dirinya. Dia adalah satu-satunya survivor dari klan N4, setelah klannya dibantai habis oleh 6 klan lainnya 10 tahun silam. Tetapi tidak ada yang mengetahui kalau sebenarnya Shin adalah seorang laki-laki. Badannya yang ramping dengan kulit halus dan rambut panjang nya sangat membantunya menyembunyikan jati dirinya. Well, bukan keinginan Shin untuk menjadi seorang Crossdresser.

Klannya, klan N4, selalu mengutamakan keturunan perempuan. Ibunya adalah penerus klan sebelumnya. Klan ini percaya bahwa kekuatan dan kelicikan dapat dibungkus dengan baik oleh kecantikan dan kelembutan, sehingga anak perempuan lah yang harus menjadi penerus klan. Si penerus ini diajari teknik-teknik penaklukan, cara-cara pembunuhan, dan teknis menghancurkan lainnya. Tetapi diajari juga untuk menari, merias diri, memainkan alat musik, bahkan membunuh dengan memperdaya korban dengan kecantikan mereka. Dan pada saat Shin lahir, bayi yang nantinya akan menjadi penerus klan lahir dengan jenis kelamin laki-laki, kedua orangtuanya sepakat untuk menutupi hal ini dari semua anggota klan dan membesarkannya sebagai anak perempuan.

Shin diajari memanah, menggunakan pisau, beladiri, senjata, dan semua keahlian pembunuhan layaknya laki-laki. Tetapi juga diajari menari, merias diri, bahkan merayu laki-laki. Rambutnya yang halus dibiarkan panjang, dan sehari-harinya shin dibiasakan untuk menggunakan kimono perempuan. Ibunya memang keras mendidiknya. Tetapi hal itu tidak membuatnya kesal, karena Shin menghormati adat yang berjalan di klannya.
Semua hal berjalan baik-baik saja sampai Shin berusia 10 tahun, tidak ada yang mengetahui kalau dia adalah laki-laki. Tidak juga pelayan yang setiap hari mengikutinya. Ibunya selalu mendampinginya.

Tetapi semua itu berakhir pada saat klannya dibantai 10 tahun silam. Shin yang ketiduran di dalam kotatsu hanya dapat terdiam melihat ibunya dibantai. Dia bukannya tidak ingin melakukan apa-apa, tetapi dia mengerti tatapan mata ibunya saat ibunya disiksa. Ibunya ingin dia diam, dan tidak keluar dari tempat persembunyiannya. Dan berulang kali mulut ibunya mengucapkan kata "Live Shin, putriku, Live!". Ibunya ingin dia tetap menjadi perempuan.

Rengkuhan Gamorsa menyadarkan Shin dari lamunannya. Perlahan Shin melepaskan dirinya.

"Thanks Gamorsa, kurasa aku harus pergi!" ucapnya seraya mulai berjalan meninggalkan menuju pintu oak besar. Gamorsa tidak mengucapkan apapun. Entah apa yang ada dipikirannya.

2 komentar:

  1. nanggung ceritanya. gitu aja -,- tapi ini kayaknya menarik nih.

    btw, agak gak sreg sama info yang berulang2 :/
    sista semangat nulis lagi! XD

    BalasHapus
  2. nanggung yah .. gomen ... :3
    well iya emang masih nanggung, info berulang yah ... ok noted ...
    thanks udah mampir atha ... :3

    BalasHapus